"Mbak" dan Efek Sampingmu

Semenjak ibu meninggal sejak aku umur 9 tahun, efeknya baru kerasa saat-saat ini. Dulu aku sudah terbiasa ada sosok "mbak" (pembantu) didalam rumah yang selalu mengerjakan pekerjaan rumah. Mulai dari bersih-bersih, mencuci, menyetrika dan masak. Hanya saja setelah ibu meninggal dan papi sempet jadi single parent, seketika semua urusan pekerjaan rumah papi yang nanggung. Aku masih kecil saat itu, kelas 4 SD dan kakakku kelas 1 SMP. Urusan bersih-bersih, mencuci dan menyapu masih bisa kami tangani tapi kalau urusan dapur selalu papi yang mengurusnya. Tak selang setahun kemudian, kami dapat "mbak" lagi yang mau menyelesaikan pekerjaan rumah, setidaknya beban papi sedikit berkurang. Adanya mbak sangat membantu terlebih urusan rumah dengan kondisi saat itu tidak ada sosok seorang ibu dirumah.
Kebiasaan itulah yang kini sangat bisa aku rasakan efek sampingnya. Semenjak ibu meninggal dan ketergantungan karena adanya "mbak"  inilah yang membuat aku sampai saat ini belum begitu mahir terlebih untuk urusan dapur. Gimana tidak, sejak kecil sudah tidak ada ibu yang dapat aku temani di dapur dan semenjak itulah ketergantungan urusan dapur diserahkan ke "mbak."
Nah, sekarang? Setelah aku beranjak dewasa ini, yang kelak akan membangun sebuah keluarga? Tidak bisa membedakan mana itu merica, ketumbar dan miri?
Sungguh memalukan... 
Yaa, memalukan memang seorang cewek belum bisa memasak huft..
Jujur aku merasakan itu, beban tersendiri dalam hidupku jika kalian tahu. 
Aku malu ketika teman-temanku bercerita tentang kesibukannya mereka dirumah untuk memasak. Merasa di tampar keras kalau aku denger itu. Belum lagi kalau melihat bagaimana temanku membuat sebuah masakan yang kemudian disajikan buat kita semua orang-orang disekitarnya atau lebih nyesek lagi kalau melihat teman kita asyik berada didapur bersama ibunya untuk membuat masakan bersama-sama bagi kita semua, yang pasti bangga dan memiliki kepuasan tersendiri, dan sedangkan aku? Aku didalam hati hanya bisa menunduk malu..
Bagaimana aku bisa memasak jika dari dulu hidup aku sudah seperti ini. Dimanjakan oleh "mbak" dan tidak memiliki ibu yang kebanyakan dari teman-temanku jika mereka bisa memasak karena dibantu oleh ibunya. Sedangkan aku? Kepada siapa aku harus bertanya?
Aku inget betul kalau dulu ibuku pandai memasak, beliau bahkan mengoleksi berbagai alat-alat dapur yang sebagian kini masih tersimpan. Bahkan kalau uda mendekati lebaran, ibu selalu membuat kue kering sendiri, kadang yang harusnya berbentuk bunga malah dibuat bentuk mobil sama papi atau mas saat itu.
Jujur, aku sering membayangkan kalau masih ada ibu mungkin aku bisa seperti mereka, Membuat masakan yang nantinya akan aku sajikan buat kalian semua dan yang pasti kalian akan ketagihan karena resep dan bantuan dari ibu. Sayang itu hanya berandai-andai...
Kini hidup aku berbeda, aku harus memulai dari NOL untuk menghafal semua jenis rempah-rempah didapur. Tanpa bantuan ibu yang tidak mungkin bisa membantuku. 
Ini mungkin cerita yang sepele tapi apa pun itu jangan dianggap enteng karena aku tau meski aku telah terlambat untuk belajar memasak, hal itu harus tetap aku pelajari dengan perlahan. Kelak itu akan sangat bermanfaat ketika aku telah berkeluarga besok. Meski aku tidak bisa menyajikan masakanku sekarang buat orang-orang disekitar tapi aku akan berusaha akan menyajikan masakanku untuk keluarga kecilku besok!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

MPT Akmil '14

Cincin Paja (Perwira Remaja)
Mungkin sedikit terlambat untuk menceritakan tentang kisahku yang berikut ini. Jumat, 20 Juni 2014 ada acara Malam Pengantaran Tugas (MPT) di Akmil, Magelang. Bagi kalangan orang awam seperti aku ini, acara itu sama sekali belum ada bayangan dibenakku. Jauh jauh hari sebenarnya cowokku telah memberitahukan kalau ada acara tersebut hanya saja ketika aku bertanya seperti apa gambaran acaranya dia menjawab acara kumpul biasa, dihadiri oleh pejabat Akmil, acara kesenian bahkan artis ibu kota dan terakhir dia bilang ada pemberian cincin bagi rekanitanya (pasangannya.) Jujur aja, saat itu aku ragu meskipun pada akhirnya aku mati-matian buat mempersiapkannya. Gimana tidak, selama ini aku selalu menolak ketika diajak datang keacara yang berhubungan dengan almamaternya. Sampai pada akhirnya pun aku menerima tawarannya untuk datang di acara MPT itu. Niatnya ingin menemani cowokku yang saat itu memang segera selesai pendidikannya dan akan segera dilantik di AAU Yogyakarta. 
Sore itu sekitar pukul 16.00 dia datang kerumah untuk menjemputku. Dia datang dengan mengendarai mobil avanza yang ternyata dia bela-belain sewa hanya untuk menjemput dan mengantarkanku. Sebelum akhirnya kita masuk kedalam Akmil, kita menyempatkan untuk mampir ke sebuah warung makan. Disitulah aku mengungkapkan kegugupanku kala itu, sungguh detak jantung saat itu berasa berdetak cepat seperti sedang jatuh dari lantai 100. Rasa minder dan gugup kala itu benar-benar baru aku rasakan. Mengeluh, mengeluh dan mengeluh pun aku lakukan di dekat cowokku hingga akhirnya cowokku pun meyakinkan aku untuk tetap percaya diri (padahal saat itu aku benar-benar minder dengan penampilanku sendiri.) Huft, cepat atau lambat aku pikir-pikir aku akan segera menghadiri acara tersebut dan kalau toh aku tidak percaya diri, mungkin saat itu pun aku tidak bisa memberikan yang terbaik buat cowokku.
Acara dijadwalkan dimulai pukul 19.00-22.00 dan ada apel malam bagi para taruna pukul 24.00. Aku tiba didalam sekitar pukul 17.30 di dalam sebuah ruang makan yang berisi para taruna beserta rekanitanya. Dandan mereka bak ratu semalam dan benar-benar fashionable. Bahkan mereka ada yang bela-belain pergi ke salon untuk datang ke acara MPT itu. Jujur aku bukanlah orang yang fashionable bahkan cenderung sedikit cuek. Hingga akhirnya acara di mulai sekitar pukul 19.00 di salah satu gedung disana. Singkat cerita, kami berdua jalan beriringan menyusuri luasnya gedung.
Banyak acara yang mengandung kesenian budaya, ada juga acara ketika semua lampu mati dan hanya diterangi oleh lilin yang dibawa oleh para taruna yang berbaris sangat apik (benar-benar terharu hingga meneteskan air mata saat itu.) Sambutan dari pejabat, hiburan dan diakhiri dengan sebuah nyanyian sapta marga dimana semua tamu undangan diharuskan berdiri untuk menghormati lagu yang dinyanyikan langsung dari semua taruna. Ntah berapa kali aku dapat meneteskan air mata, bahkan dari awal acara hingga akhir acara selesai dia tak henti-hentinya menggenggam tanganku. Oiya, diitengah-tengah acara itu aku teringat dia meminta untuk dipasangkan cincin dijari manisnya dan begitu pula sebaliknya denganku. Sungguh, aku tidak menyangka dia melakukannya (berasa seperti dilamar hehe.) Seketika rasa minder dan gugup pun menghilang seketika diganti dengan rasa syukur dan bangga bisa menemaninya hingga dia selesai pendidikan. Karena saat itu acara selesai tepat waktu, dia bela-belain untuk mengantarkanku pulang kerumah, meski saat itu ada acara apel malam bagi para taruna pukul 24.00. Syukur alhamdulillah, dia sosok yang penuh tanggung jawab, dia yang menjemputku dan dia pulalah yang sempat mengantarkanku hingga depan rumah.
Terima kasih atas nikmat dari Allah SWT yang telah mempertemukan aku dengannya..
Terima kasih juga aku telah diberi kesempatan untuk menemaninya selama ini...
Terima kasih juga untuk cincin paja ini..
Cincin yang mungkin tidak semua orang memilikinya,
Cincin yang mungkin sangat aku jaga,
Dan meski hanya sebuah cincin, tapi bagiku cincin ini adalah sebuah makna keseriusan darimu, ntah bagaimana kamu memaknainya tapi yang jelas bagiku cincin ini sangat bermakna...

Selesai acara

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Teman Sederhana-Seperjuangan "Jogja-UTY"

Reza, Aida, Rahmat dan Aku
Jika di cerita sebelumnya aku menceritakan sahabat-sahabatku seperti Andre, Adhe, Sheli dsb, kini aku menceritakan kehebohan teman-temanku yang satu ini. Mereka adalah teman dekat yang aku temui selama aku kuliah di Jogja. Segala macam jenis tugas yang diberikan oleh dosen asalkan itu tugas kelompok, mesti selalu ada mereka untuk menjadi partnerku.  Yaa.. mereka dekat denganku sejak semester 3
Cukup mungkin prolognya, biar ceritanya lebih spesifik lagi...
Dimulai dari Reza..
Asal dia dari Temanggung, selain sibuk dengan kuliah dia juga sibuk dengan urusan pondok. Maklum aja dia berbeda dengan kebanyakan para mahasiswa perantauan lainnya, karena dia kuliah sambil belajar agama di pondok pesantren. Image pertama tahu dia anak pondok pesantren pastinya alim, tapi ternyata sekian lama aku kenal dengannya sisi alimnya pudar hahaha. Lucu memang karena justru image "mesum" lebih cocok buat dia (ups.. jangan mikir jelek tentang temenku ini) Hanya sekedar kalangan kami saja yang tahu kenapa image itu muncul buat dia hehehe. Tapi yang pasti dia salah satu teman yang menurutku kuat, karena aku baru tahu bahwa ayahnya telah meninggal dunia. Setidaknya pertemananku dengannya mengajari kita untuk belajar bukan hanya urusan duniawi (mahasiswa) tetapi juga urusan akhirat (sebagai sosok anak pondok pesantren) meski begitu disela-sela pertemanan kami dia selalu mengajariku tentang agama yang sesungguhnya
Kemudian Aida..
Mungkin kalau Aida pernah aku ceritakan sebelumnya di blog ini. Dia memang sudah lama dekat denganku sebelum aku dekat dengan Reza atau Rahmat. Hingga kini pun aku dengan Aida semakin akrab. Dia satu-satunya teman yang pernah aku kenal dengan segala kepolosannya, ntah apa pun yang kita bicarakan dia akan mengubah suasana tersebut menjadi lucu karena kepolosannya. Apapun alasannya aku tidak begitu paham dia polos atau memang sikap lugunya itu yang terkadang disaat aku benar-benar badmood dia  yang selalu bisa menghibur di Jogja, dia teman yang lebih tahu keadaanku di Jogja karena hampir setiap hari ntah itu berangkat/pulang dari kampus dia selalu bersamaku, bahkan sampai ada kegiatan apa pun itu aku selalu bersama dia. Mungkin memang Aida yang saat ini selalu membiarkan aku untuk tetap tersenyum bahagia di Jogja, meski keluarga, second family, dan pacar masih belum bisa selalu berada disisiku.
Dan terakhir yaitu Rahmat...
Oiya sebelumnya aku ingin menyampaikan kalau terkadang aku memanggil dia dengan sebutan Mamat atau Mamooth, maklum nama Rahmat dikelasku ada dua hehehe. Nah, ngomongin orang satu ini sama aja kita sedang berhadapan dengan search engine Google. Temanku yang satu ini benar-benar mirip dengan google, hal yang asing di telinga kita bahkan sesuatu yang mungkin belum terpikirkan dalam otak kita, dialah orang yang bisa menemukan jawabannya. Masih ingat ketika aku sedang bercanda bersama mereka dengan kata-kataku "pertemanan kita hanya sebatas tisu toilet, tipis" kemudian setelah itu, tiba-tiba Mamat teringat bahwa "ada yang lebih tipis dari tisu, yaitu rambut kita karena rambut kita paling tipis" Mungkin memang sedikit tidak nyambung dengan kata-kataku tadi, tapi justru itulah yang membuat suasana saat itu dibuat ketawa semua dengan sikapnya. Diantara kami berempat Mamatlah yang mungkin memiliki wawasan luas, dia bilang kalau dia senang membaca (yaah, meski bacaannya itu bukan buku kuliahan) Dia berasal dari Palembang, dia anak perantauan yang paling jauh dari kita berempat. Dia suka ceramah meski dia bukan anak pondok pesantren seperti Reza. Dia tidak mau dipanggil jomblo karena bagi dia jomblo itu nasib, dia lebih memilih single karena katanya lebih terhormat kedudukannya karena single adalah sebuah pilihan dari suatu hubungan. Makanya dialah orang yang selalu memberikan ceramah buat aku dan Aida ketika kami sedang sama-sama galau dengan pacar kami yang statusnya sama-sama LDR dan Mamatlah orang yang selalu paling semangat buat ceramah (sebenarnya uda kebal diceramahin sama dia tapi gimana lagi, tiap hari hampir ketemu sama mereka) Untuk urusan kemiripan, Mamat lebih mirip ke Reza, dulu waktu aku baru kenal dia, Mamat adalah sosok orang yang alim dan cool tapi ternyata oh ternyata kami kenal mesumnya dia 11:12 sama Reza
Mungkin suatu saat nanti aku bakalan lebih detail lagi buat menceritakan mereka di lain hari, tapi sekarang aku sangat berterima kasih dengannya. Kami berempat sama-sama anak perantauan yang mungkin sama-sama jarang bersama keluarga, jarang kembali menikmati kampung halaman dan jauh dari orang-orang yang disayang. Akan tetapi, kami di Jogja selalu bisa membuat suasana nyaman dan merasa berarti ketika kami sedang berkumpul bersama. Reza, Aida dan Mamat mereka adalah orang-orang yang senasib dan seperjuangan di Jogja ini, mereka adalah orang-orang yang selalu disisiku, dan meski aku jauh dari keluarga, second family dan pacar, merekalah yang selalu ada buat aku tersenyum. Ketulusan dan kesederhanaan dari merekalah yang selalu memberikan aku semangat di Jogja karena mereka tidak akan pernah bisa tergantikan.
Saat ini kami mempunyai mimpi...
Dan mimpi kami berempat adalah WISUDA SARJANA EKONOMI BERSAMA-SAMA!!!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS