Mayoritas yang Sia-sia
Pernah kamu merelakan sesuatu
untuk seseorang yang mungkin hanya sebentar saja bersamamu?
Teman?
Sahabat?
Sahabat?
Bahkan seorang kakak yang kamu
anggap?
Jika ingat semua itu ternyata
mirip orang bodoh aku ngelakuinnya. Sering kali aku berbohong sama orang tuaku
hanya untuk bersama-sama pergi bareng, sampai aku bela-belain mending kena
marah orang tuaku dari pada aku gak bisa ikut. Aku bela-belain rela pulang
sampai rumah jam 23.00 buat pergi ke Jogja dengan tujuan gak jelas. Bukan hanya
itu, pernah waktu itu aku sakit demam tapi justru aku bela-belain pergi hanya
untuk menjemput temanku sekolah, pulang cepet-cepet sampai kehujanan demi untuk
bersama dia eh gak taunya malah dia gak ada ditempat, dibelain pergi kerumahnya
padahal untuk kesana butuh waktu 45 menit (sekali berangkat belum baliknya)
karena uda janji buat pergi bareng gak taunya sampai sana dia batalin seenaknya
sendiri tanpa alasan yang jelas akhirnya nasibku sampai sana juga bisa
dikatakan sia-sia.
Dan...
Itulah yang sering terjadi, aku
rela menunggu seseorang yang mungkin sebelumnya berniat untuk menemaniku tapi
ujung-ujungnya dia tak pernah datang. Membatalkan janji dengan seenaknya
sendiri padahal tanpa disadari orang yang disini sudah rela menunggu dan
sangat, sangat berharap dia menepati janjinya walau hanya untuk sekedar makan
atau pergi sebentar dan itu gak butuh waktu 2 jam!!!
Kecewa jelas itu jawabannya tapi
toh siapa aku?
Seberapa pentingkah arti aku dalam kehidupannya?
Seberapa pentingkah arti aku dalam kehidupannya?
Pernah aku alami hal tadi,
menunggu tapi ujungnya dia tak pernah datang, berjanji tapi akhirnya dia
batalkan, dan semua berujung pada kekecewaan yang bisa aku pendam. Aku mungkin
terlalu berharap jika arti kehadiranku begitu sangat berarti dalam kehidupannya
sehingga aku berpikir bahwa ketika aku menunggu dia untuk pulang dia pun juga
akan berpikiran segera pulang karena tahu ada aku disini dan ketika kita
berjanji untuk pergi dia juga akan berusaha menepatinya demi pergi bersamaku.
Namun sayang, mungkin arti kehadiranku buat dia gak sebesar yang aku bayangin.
Jujur aku memang terkadang lebih
memayoritaskan orang yang ada disekitarku, terkadang bisa aku lebih
mengutamakan sahabatku dari pada keluargaku sendiri, bahkan bisa juga aku rela
mengutamakan hari-hariku bersama orang yang jelas dia hanya sebentar bersamaku
dari pada keluargaku sendiri. Aku memang bodoh karena terkadang ketika aku
memayoritaskan kebersamaanku dengan mereka tapi justru mereka tak meresponku,
tak mempedulikan bahwa “ini lho ada aku disini, kita mungkin cuma sebentar
bersama-sama makanya aku tak ingin melewatkan setiap moment ku bersama kalian,
aku ingin kebersamaan yang sesaat ini berisi penuh makna”
0 Response to "Mayoritas yang Sia-sia"
Posting Komentar